Aku tak pernah tahu, akan apa yang terjadi pada diriku. Entah dimasa lalu, masa kini ataupun dimasa depan. Namun aku bicara tentang saat ini,entah virus baru apa yang merasuki tubuhku dan hatiku aku pun heran dengan sendirinya. Tahukah kau apa yang kurasakan? Takut, aku takut bila sendiri saat ini, aku ingin dirumah ini selalu ramai, aku tak ingin sendiri, karena kesendirian membuatku selalu ingin menangis.
Entah kenapa, walau sendiri terkadang aku merasa bahwa aku ditemani, tapi siapa? Aku pun tak tahu, tapi hatiku merasakan bahwa itu adalah mereka, sosok sahabat khayalku dimasa lalu. Tapi ketakutan yang kurasa semakin besar dikala aku membayangkan sosok mereka yang selalu melindungiku dulu tapi sekarang tak seperti itu.
Kembali aku menangis, namun sekarang bukan lagi karena takut melainkan rindu. Oh tuhan kenapa? Kembali lagi pertanyaan terulang dalam hati kecilku. Kenapa rindu ini kembali hadir? Disaat aku sendiri dan membayangkan segala kisah indah dan sedih yang terjadi dalam kehidupan masa laluku.
Yang ku harap hapuskanlah tuhan, aku benar-benar ingin melupakannya, aku benar-benar tak sanggup lagi menghadapi semua ini. Aku ingin menjalani masa indah saat ini, yang sedang ku jalani.
Tahukah kalian? Harapan yang selalu ada dalam hatiku hingga saat ini adalah… aku ingin terbang, menembus awan harapan, menuju langit ketujuh yang penuh dengan keajaiban, terbang indah bersama burung syurgawi yang setia. Tapi itu hanyalah mimpi yang tak dapat kulakukan ketika nafas masih bertasbih menyebut al-asmaul husna.
Mimpi memang indah, dan terkadang mimpi adalah gambaran khayal yang akan menjadi kenyataan bila sang pemilik mimpi terus berusaha menjadikannya nyata, tapi terkadang mimpi hanyalah sekedar mimpi, yang takkan jadi nyata karena sang pemiliknya takut.
Sama sepertiku, yang menghadapi segalanya dengan ketakutan. Aku memang penakut, takut bila orang lain sedih karenaku, takut apabila tiap langkahku selalu salah dan merugikan orang lain, takut akan ucapan buruk orang lain tentang diriku.
Tapi aku adalah penakut yang selalu terlihat berani, itulah diriku yang selalu jadi penakut karena lebih memikirkan orang lain dibanding diriku sendiri.
Bahkan seorang penakut sepertiku juga ingin mencoba untuk punya sahabat lagi, tapi aku ingin sahabat yang sama denganku. Banyak memang orang lain datang menawarkan persahabatan, tapi yang kulihat mereka akan selalu ada dikala suka namun tidak dikala duka, maka seketika itu aku hanya menganggapnya teman.
Hati kecilku bicara” suatu saat nanti akan ada seseorang yang menggambarkan sosok sahabat yang benar-benar aku inginkan”, tapi kapan? sekarang memang ada yang seperti hatiku bilang, tapi apa itu benar? apa dia orangnya?
Trauma persabatan yang aku rasa begitu besar, bukan karena penghianatan melainkan karena perpisahan, aku benci perpisahan.
Aku tak berani memulai menjalin persahabatan, karena aku tak ingin ada perpisahan. Maka dari itu aku selalu menganggap mereka hanya teman, dan tak lebih dari itu.
Terkadang aku memang ingin untuk memulai persahabatan itu, tapi ketika membayang kan perpisahan sebelumnya, aku mengurungkan niatku dan kembali berfikir bahwa kami hanyalah teman dan bukan sahabat.
Perpisahan itu menyakitkan sangat menyakitkan, karena ia meninggalkan banyak cerita, yang takkan pernah bisa terulang kembali.
Banyak cerita persahabatan yang ku alami, ialah sahabat dimasa kecilku. Kami selalu menghabiskan waktu bersama tiap saat, namun terkadang pertengkaran hadir tapi tak menghapus kasih sayang yang kami punya.
Tiap saat, aku selalu mengahabiskanwaktu dengannya, kami benar-benar sulit untuk dipisahkan. Hingga kami telah masuk sekolah dasar, awalnya kami senang karena kami telah sama-sama mengenakan seragam putih merah, tapi tak berlangsung lama, mau tak mau kami harus berpisah karena kepindahannya kekampung halaman.
Kami tak bisa melakukan apapun, kami hanya bisa menangis dan saling berjanji bahwa kami akan bertemu lagi.” Aku akan tetap ada di sini untuk menunggumu datang karena kamu adalah sahabat terbaikku”, ia pun bilang bahwa ia pasti akan kembali untuk menemuiku.
Setelah perjanjian itu kami ucapkan, maka ia pergi berlinangkan air mata perpisahan. Mulai saat itu aku selalu membayangkan bahwa ia akan kembali, tapi apakah itu mungkin?.
Enam tahun lamanya kami berpisah, kini aku duduk di bangku sekolah menengah pertama negri di Jakarta. Kembali aku teringat akan sahabatku yang jauh disana, yang pastinya sekarang ia duduk dibangku sekolah menengah pertama, sama denganku walu sebenarnya ia lebih muda satu tahun dariku, aku benar-benar merindukannya, dan selalu yakin bahwa ia pasti datang.
Pagi pun tiba, aku dibangunkan oleh seseorang yang mengetuk pintu kamarku, setelah aku membukanya ternyata dia, sahabatku dulu. Kami saling berpelukan danmenebar tawa yang besar karena amat senang, aku segera berganti baju dan pergi bersamanya. Kami saling bercerita tentang segala yang terjadi ketika kami berpisah.
Satu lagi kebahagiaan yang hadir saat itu, bahwa orang tuanya memutuskan untuk kembali tinggal dirumah lama, dan sahabatku akan bersekolah dijakarta.
Kebahagiaan yang amat besar saat itu, kami pun benar-benar tak ingin berpisah untuk yang kedua kalinya, walau kami tak bisa satu sekolah, tapi kami selalu menghabiskan waktu bersama, seperti dulu.
Tak terasa tiga tahun lamanya, kami menghabiskan waktu bersama tanpa bosan, dan sekarang kami sama-sama duduk dibangku sekolah menengah atas. Tapi apa ini? Perpisahan harus terjadi lagi, kini ia harus pergi, namun ia tak memberitahuku, karena ia takut aku akan sedih.
Bahkan hingga saat ini kami tidak pernah bertemu, lagi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar